we lost in Jogja, YEAH !!



Yogyakarta adalah sebuah kota yang begitu eksotis dimata saya, tapi lama-kelamaan saya sekarang memandang Yogyakarata sebagai kota yang eksotis, mistis dan menawarkan beribu frustasi bagi saya, hahahaha. . . 2 tahun saya selalu menyempatkan diri saya buat bersinggah di kota Yogyakarata ketika saya tidak pulang, mau pulang, dan menunggu orang untuk tak pulang. Ya begitulah..bercerita dari awal ketika Yogyakarta sebagai tempat pulang saya yang kedua setelah Garut, di Yogyakarta saya punya banyak teman dekat. Tapi yang paling dekat dengan saya adalah ana. dan kebetulan jajang sekolah di sana, jadi ya setidaknya ada lah teman pulang.
Waktu itu ada rencana dari mana, tiba-tiba saya mau ke jogja, ngga tau buat apah.. mungkin berrefreshing setelah ujian kali ya, setelah ujian, fahria dateng ke Purwokerto dari Jakarta dengan pake kereta waktu itu. Untuk pertama kalinya temen saya dengan begitu nekat dateng ke purwokerto. Waktu itu siang hari saya menjemput Fahria di Stasiun Purwokerto, saya sama Fahria cuman sehari di Purwokerto, dan besoknya langsung berangkat menuju Jogja dengan memakai kereta Logawa yang berangkat pagi-pagi jam 06.00 dengan ongkos cuman Rp 20.000 . Eniwei 2 hari sebelum ini saya nanya ansor apakah dia akan ke jogja juga, ternyata dia bilang iya, dan setalah hari H saya Tanya lagi dia ngga jadi ke jogja. Setelah sampe jogja saya dan fahria dijemput jajang sama afnan di Stasiun Lempuyangan tepat jam 10 pagi karena perjalanan Purwokerto-Yogyakarta hanya 4 jam saja.
Begitu sampe di Stasiun kita di jemput sama jajang dan Afan, dari situ kita langsung jalan-jalan ke benteng vredeburg, kraton, taman sari,yah jalan-jalan sekitar itulah pokoknya. Berikut ini foto-fotonya :


Dan malem-malemnya kita jalan-jalan ke malioboro, liat pengamen yang punya suara music super stereo, seru, kita makan di daerah pinggiran malioboro, waktu itu kita pertama kali makan dan ngga tau apa-apa soal menyoal harga dan rasa di daerah malioboro, dan ternyata harga mahal dengan rasa yang kurang enak, hahahaa. . Besok nya kita ke daerah UGM, Ambarukmo plaza, terus nginep di kosan temen saya, valent yang kuliahnya di UAD. Besoknya kita nekat buat ke Pantai Parang tritis tanpa dianter dan tak tahu jalan. Hanya Tanya-tanya doank. Kita waktu itu tidur di kosan valent, ketika pagi datang valent udah kuliah dan kita berdua di tinggal di kosan nya, awalnya dia ngga yakin kita bakal ke parang tristis berdua doank, tapi kata dia tanya-tanya aja sama orang ke terminal pake bis apa. Akhirnya kita tanya-tanya dan sampe di terminal Giwangan, ternyata cukup jauh dari daerah valent, berasa muter banget ke giwangan, setelah itu kita tanya-tanya lagi ke Parang tritis naik bis apa dan akhirnya ada yang nunjukin bis nya yang mana, kita naik, waktu itu ngga ada penumpangnya akhirnya kita di depan berdua, tapi itu bis meskipun ngga ada penumpangnya tetep aja jalan. Dari situ secara sukses kita nyampe dengan ongkos 10.000 ribu aja, di sana kita cuman diem doank dipinggir pantei, dan tidur-tiduran. Untungnya jajang sama afnan ternyata nyusul kita, dan kita ngga takut buat pulang lagi ke daerah jogja. Berikut ini foto-fotonya :



Dan malemnya tepatnya jam 22.00 wib kita pulang ke Garut bareng Jajang dengan naik kereta Kahuripan dengan ongkos Rp 26.000 dari Stasiun Lempuyangan Jogja. Rencananya kita akan turun di Stasiun Leles karena memang stasiun itu paling dekat dengan rumah saya. Setelah tinggal beberapa stasiun lagi yang kami lewati menuju Stasiun leles saya sudah bersiap-siap dengan memakai sepatu dan membereskan semua yang akan di bawa, setelah kita sampai di stasiun leles yanga ada kereta malah melaju dengan cepat dan kita masih melongo melihat Stasiun leles yang terlewati, ternyata kereta tidak berhenti di Stasiun itu, akhirnya kita terbawa sampai Stasiun Nagreg daerah perbatasana antara Garut dan Bandung, kita sampai di Stasiun Nagreg jam 07.00 pagi dari Stasiun Nagreg kita naik Bis Ac Jakarta-Garut yang ongkosnya hanya Rp 5000 saja, dan sampai di Garut jam 07.30 pagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jodoh

travelling vs backpacking

Review Titik Nol : Sebuah Narasi dan Kritik untuk Dunia Turisme