Jelajah Pesisir Garut Selatan

Habis sidang tesis magister saya tanggal 11 Februari saya memutuskan untuk berlibur sementara, dengan niat untuk mengusir penat dan stres gara-gara saya ngebut menyelesaikan thesis saya tersebut dengan jeda antara seminar hasil dan sidang thesis berkisar 1 minggu saja. Akhirnya saya memutuskan saya akan berlibur ke pantai.Tadinya saya akan berlibur ke pantai akhir februari tetapi ternyata teman saya yang rumahnya di Garut Selata / Pamengpeuk (Wilda) tidak bisa menemani liburan saya karena dia punya jadwal jaga puskesmas berhubung Wilda adalah seorang bidan. Akhirnya Wilda menyuruh saya pergi ke pamengpeuk awal Maret yaitu tanggal 7, karena menjelang week end dan dia tidak ada jadwal jaga puskesmas. 

Sebelum tanggal 7 Maret itu datang, saya mencoba menghubungi teman-teman SMA saya, barangkali ada yang mau ikut, tapi saya berharap 1 sampai 2 orang saja, karena entah mengapa gaya traveling saya sekarang jadi beda, ingin sedikit orang tapi efisien dan terlaksana. Saya mencoba mengajak satu dua teman saya, tidak ada yang mau ternyata, akhirnya saya mengajak secara publik yaitu dengan cara menshare di grup chat teman SMA namun sayang tak ada yang mau juga, berhubung memang mungkin teman-teman saya udah pada sibuk sendiri. Akhirnya saya putuskan akan berangkat sendiri saja. Karena alasan gaya traveling saya yang ingin saya rubah itu. Daripada tidak jadi berangkat mending saya solo travel. Lagian kan temen saya Wilda rumahnya di Pamengpeuk juga. Tapi sebenernya yang jadi pertimbangan ketika akan jalan ke pantai nanti kita (saya dan wilda) akan ditemani pacarnya wilda, tapi apa boleh buat dari pada ngga jadi liburan, ngga apa - apa sih walaupun saya kaya obat nyamuk haha,, untungnya cowoknya wilda emang udah kenal dan bisa ngobrol-ngobrol bareng-bareng. 
Karena rumus travel kata Trinity hanya ada dua :
" Kalo mau cepet ya berangkat sendiri, tapi kalo mau rame ya nunggu lama "
Nah karena tercetus rumus itulah saya jadi berniat mengubah style traveling saya, daripada tidak jadi mending saya pergi sendiri :D.

Sabtu pagi saya belum bersiap-siap pergi karena bingung ijin sama orang tua, akhirnya hari itu saya beres-beres rumah dulu dan menyelsaikan semua kerjaan rumah supaya dapet ijin, saya di ijinin berangkat jam 12 siang, trus akhirnya saya berangkat jam setengah 1 siang dengan naik angkot sampai maktal, di maktal baru lah saya naik elp menuju Pamengpeuk. Ekspektasi saya, saya akan sampai di rumah Wilda jam 3 ato jam 4 ternyata, bukan macet yang membuat saya terlambat sampai tapi ngetem. Jika di kota besar kendalanya macet maka kalau mau ke daerah pesisir adalah menunggu penumpang. Untung saya udah minum antimo haha,, berhubung jalanannya berkolak kelok tanpa henti. Ongkos dari Garut kota ke Pameungpeuk cukup hanya 25 ribu saja, itu ketika bbm turun jadi 6500, mungkin kalau naik lagi bbm ya naik lagi ongkosnya. 
Saya sampai di rumah Wilda jam 5 sore, dan saya tidak nyasar, itu yang membuat saya cukup cepat datang ke rumahnya :)

Saya dan Wilda menjadwalkan perjalanan kita selama 1 setengah hari di Pamengpeuk, dan besok pagi hari minggu kita akan menjelajahi pantai selatan.
Ke esokan harinya, pagi hari jam 6 saya mengajak wilda ke pantai Sayang Heulang. Sayang heulang merupakan pantai yang mempunyai garis pantai dengan batasan dataran karang yang menghampar luas, pantai ini meskipun dekat dengan kota Pamengpeuk tetapi jarang dikunjungi di bandingkan pantai Santolo, dikarenakan ombaknya yang sangat besar, tidak hanya itu dataran pasir di sayang heulang ini banyak kejutan, yaitu tiba-tiba menurun tajam, tidak heran pantai ini jarang dikunjungi karena berbahaya untuk berenang. Tetapi keindahannya tidak ada dua nya :)

Pantai Sayang Heulang

Saya di ajak wilda berkeliling pantai Sayang heulang yang akhirnya berbatasan dengan pantai Santolo, meskipun saya sudah berkali-kali ke pantai Santolo tapi saya tidak pernah berkeliling sampai tahu ada pemandangan sebagus ini. Ada jembatan yang menghubungkan pantai Sayang Heualng dan Santolo, jika dibawah jembatan airnya pasang maka tidak bisa dilewati dengan jalan kaki, namun kebetulan ketika saya ke sana airnya sedang surut. 

Pantai Sayang Heulang
Pantai sayang heulang ini cukup dekat dengan rumahnya wilda sehingga kita cukup memakai motor dan tidak lama kita pulang karena akan melanjutkan jalan-jalan menyusuri jalur lintas selatan yang dipinggirnya banyak pemandangan pantai yang indah. Jam 9 kita sudah beres siap-siap, tidak lupa makanan seafood cumi lada hitam yang enak buatan mamah wilda, kita berangkat dengan mobil Wilda karena jarang sekali kendaraan umum melewati jalur tersebut, dan tentu saja pacar wilda yang jadi supirnya haha. . 
Jalur selatan jawa ini setahun yang lalu saya melewatinya masih sangat rusak, tetapi sekarang sangat bagus dan memadai untuk berbagai jenis mobil. 


Satu jam perjalanan kita menuju puncak Guha, masuk kawasan pantai puncak guha ini kita ditarik biaya administrasi Rp 20.000. Pantai puncak guha merupakan pantai yang berbentuk dataran paling tinggi di sana, sehingga kita bisa melihat pemandangan secara menyeluruh ke arah barat dan timur puncak guha dari ketinggian, puncak guha ini sangat pas kalau kita mengadakan camping, dengan menghadap timur, paginya akan menyuguhkan matahari terbit di atas lautan. Namun saya tidak nge camp karena tidak ada teman, kalau hanya bertiga masih rawan karena memang suasana masih sepi di sana. 

Pantai Puncak Guha

Pantai Puncak Guha
Di pantai puncak guha ini tidak jarang orang yang akan menikah mengadakan prewedding karena pemandangannya yang bagus, dan Wilda pun prewedding dengan pacarnya hahaha... terpaksa saya jadi juru fotonya :")



Setelah ke puncak guha kita melanjutkan perjalanan ke pantai Rancabuaya. Pantai Racabuaya ini sangat terkenal karena masuk dalam novel Dewi Lestari yaitu di novel perahu kertas. Masuk ke kawasan pantai rancabuaya ini ditarik biaya administrasi Rp 10.000, kawasan wisata pantai Rancabuaya ini sudah sangat memadai ditandai dengan banyaknya hotel yang lumayan cukup bagus untuk di pakai menginap. Walaupun masih jarang sekali pengunjung, tetapi untuk anda yang ingin melepas penat pantai Rancabuaya ini sangat cocok. Pantai rancabuaya mempunyai garis bibir pantai yang dibatasi karang-karang besar. Sehingga Pantai ini tidak cocok untuk berenang. Tapi pemdangannya bagus sekali, pasirnya berupa pasir putih, dan juga di sana banyak gazebo di tepi pantai yang gratis digunakan untuk makan dan berkumpul. Kita pun akhirnya makan di gazebo dekat pantai dengan semilir angin. 

Pantai Rancabuaya
Setelah dari Rancabauay kita meneruskan perjalanan, awalnya kita mau mandi di sungai yang besar disebuah muara, yang kata wilda air dari sungai besar itu sangat jernih dan deras, setiap jembatan yang dibawahnya ada aliran sungai kita diam dan melihat-lihat alirah sungai yang jernih itu, tapi muara yang dicari itu tidak ada, airnya surut dan truk truk pasir sedang mengeruk pasir di dasar sungainya. Akhirnya kita pun tidak jadi mandi di air yang jernih dan deras bagai sungai di mimpi itu haha. . 

Pantai Cicalobak
Kita akhirnya balik arah dan menuju pantai selanjutnya yaitu Pantai Cicalobak, Pantai Cicalobak tidak kalah keren. Pantai Cicalobak ini seperti ceruk yang eksotis, di pinggir-pinggirnya dihiasi batu karang yang berundak-undak kanan dan kiri, bagian tengahnya pantai dengan alas pasir yang mendatar, ombaknya besar sekali, namun ketika ke tengah ombaknya menjadi pelan karena terhalang oleh batu karang terlebih dahulu di sisi kanan dan kiri. Tidak jarang banyak pengunjung yang sengaja berenang di pantai Cicalobak ini. 
Setelah dari sini kita tidak langsung pulang, tapi kita pergi ke mesjid karena kita blum shalat ashar, mesjid yang dituju adalah mesjid pinggir jalan antara pantai Cicalobak dan Rancabuaya, yang punya pemandangan yang bagus banget. Dimana sawah langsung berujung dengan pantai dan ada beberapa gubuk ditengahnya untuk para petani meneduh, tapi ketika kita ke sana ternyata sawah sedang dipanen.Jadi gradasi hijau dan biru tidak terlihat cantik secantik yang wilda ceritakan, mungkin saya kurang tepat waktunya :')
Setelah shalat akhirnya kitapun pulang karena sudah sore juga ternyata.

Keesokan harinya sebenernya saya mau pulang, tapi wilda mengajak saya ke pantai karang paranje terlebih dahulu. Pantai Karang Paranje tidak begitu jauh dari rumah, jadilah kita memakai motor, tidak sampai 30 menit ke arah Cibalong, Pantai Karang Paranje sudah bisa kita temukan. Jalan menuju Pantai karang paranje seperti ke sebuah perkampungan, namun tidak jauh dari jalan raya cibalong. Setelah masuk jalan kecil kita mengendarai motor sekitar 2 menit. Tidak hanya itu Pantai Karang Paranje belum ada pengelola resmi untuk pungutan biaya retribusi, tempat makan dan lain lain. Wisatawan pun jarang sekali ke sana, karena memang ombaknya sangat besar. Tapi walaupun begitu menurut saya pantai ini lah paling bagus dari pantai lainnya. Disamping masih jarang pengunjung, kita ke sini dengan keadaan cuaca sangat cerah. Kalau orang Pamengpeuk bilang pantai Karang Paranje ini adalah Tanah Lot nya Garut. Ya begitu lah memang indah.

Pantai Karang Paranje

Pantai Karang Paranje
Sampai jam 11 kita di sini, foto-foto, melihat orang mancing, melihat kerbau yang menyebrang muara, dan melihat ombak yang super gede banget sampai kita pada ketakutan kebasahan. Wilda menceritakan hal hal ganjil seputar laut selatan yang banyak dialami oleh pengunjung. Gimana ngga, ombaknya gede banget, yang pastinya tekanan air dan tarikannya juga pasti akan besar jusar juga. Makanya pengunjung jarang banget yang mengunjungi pantai yang besar ombaknya, disamping ombak yang besar ada cerita-cerita ganjil dibalik laut yang itu. Pantai selatan memang terkenal dengan mitos-mitos tersebut, tetapi pantai-pantai selatan justru indah karena mitos-mitos yang menjaga laut pantai selatan sehingga orang tidak banyak mengeksplotasi tempat tersebut. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jodoh

travelling vs backpacking

Review Titik Nol : Sebuah Narasi dan Kritik untuk Dunia Turisme