Deadline and target


Kala itu, sepulang saya mengerjakan analisis mengenai thesis saya, saya ketar ketir sebelumnya karena analisisnya sedikit memusingkan. Analisis thesis saya mengenai pengaruh kewirausahaan terhadap kinerja sebuah perusahaan hortikultura, karena keterbatasan saya yang tidak begitu mengerti mengenai statistik, saya ketar ketir tidak tahun harus bagaimana, ada beberapa data yang mengacaukan hasilnya. Akhirnya saya harus bolak balik memperbaikinya. Jujur saya bukan tipe orang yang menyukai statistik, tetapi saya digiring dan dijerumuskan untuk terus belajar mengenai statistik dalam thesis saya. Alhasil begitu lah, secara konten saya sangat mengerti apa yang saya bahas, namun secara metodologi saya adalah orang awam pada thesis saya sendiri. Tetapi saya terus berusaha menyelesaikan thesis saya, hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan thesis tersebut dalam 1 semester saja. Akhirnya saya lulus s2 tepat waktu, hanya 2 tahun dengan ipk 4. Namun saya tidak mendapatkan gelar cum laude karena di kampus saya, peringkat cum laude harus dipenuhi dengan publikasi jurnal, yang notabene publikasi jurnal tidak cukup mengurusnya dalam waktu 1 semester saja. Tapi its oke, karena peringkat tersebut jujur sungguh berat pertanggung jawabannya.

Sebelumnya saya kuliah s1 lulus tepat waktu 4 tahun setelah itu 4 tahun berselang saya langsung melanjutkan s2. Kembali lagi ketika saya dalam keadaan galau mengenai analisis thesis saya, saya berfikir mengapa saya selalu terlalu terburu-buru mengejar deadline hidup diri saya sendiri. Padahal bukan sebuah dosa besar jika saya lulus tidak tepat waktu. dan saya mempertanyakan diri saya yang kala itu begitu terburu-buru. 

Dulu setelah lulus s1 saya berkeinginan untuk menikah setelah lulus s2, its mean pada saat saya berusia 25 tahun, tapi nyatanya saya tidak mengalami pernikahan tersebut, meskipun saya sudah punya pacar. Seperti sebelumnya, saya mendeadline kan target hidup saya sendiri pada umur-umur tertentu yang saya lalui, seperti lulus s1, lulus s2 dan kemudian menikah. Jujur saya sangat terpukul sekali setelah lulus s2 saya tidak bisa menikah sesuai dengan rencana saya sebelumnya, dan ini menjadikan saya hilang arah atau bisa dikatakan hilang jalur. 

Saya kecewa terhadap diri saya sendiri. Betapa saya merencakan semua nya, mengejar semuanya namun akhirnya meleset. 

Setelah hal itu terjadi pada saya, saya banyak berkaca. Bahwa, mimpi diri kita yang kita bisa kejar sendiri, sudah pasti akan kita nikmati sendiri. Tapi masalah jodoh, tidak ada yang tahu. Sedalam-dalamnya lautan masih bisa kita selami tapi hati orang tidak pernah bisa kita ketahui. Jodoh bukan merupakan target 1 orang, tetapi 2 orang. Seandainya 1 orang ingin tapi 1 orang yang menjadi pasangan kita belum ingin, maka tidak akan terjadi. Karena hal tersebut saya menjadi maklum apa sebenarnya yang menjadikan target saya meleset. Tapi dengan kejadian tersebut saya menjadi orang yang tidak ber target. Let it flow, but im overjoyed with the flow. Hingga saat ini saya belum menemukan pekerjaan yang cocok dengan diri saya. 

Tapi berkali-kali saya berkata kepada diri saya untuk tidak menyesali hal itu, karena jika terlalu menyesali maka saya masih menjadi pribadi yang penuh dengan target. Dan berkali-kali pula saya berbicara pada diri saya, tidak usah iri dengan pencapaian orang lain ketika pada saat umur 27. Saya tidak ingin keluar dari jalur saya kembali. Saya mempunyai jalur saya sendiri. Just enjoy the process. Seperti dalam foto di atas There are no rules to life, you don't get special points for achieving certain things by a deadline, just got your own speed, its not a race. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jodoh

travelling vs backpacking

Review Titik Nol : Sebuah Narasi dan Kritik untuk Dunia Turisme