Jodoh
Saya dilamar oleh seorang lelaki pada Februari kemarin, memang betul tak ada kata-kata yang terlontar dari saya ketika saya ditanya apakah saya betul-betul ingin bersama dia, saya hanya tersenyum menanggapi pertanyaan itu, dan saya sekarang mengerti apa arti tersenyum simpul seorang perempuan ketika pada saat prosesi lamaran, yang menandakan dia menerima ingin hidup bersama.
Dulu ketika saya masih belum merasakan apa itu pacaran, saya sangat menentang tentang persepsi dimana tanda seorang perempuan menyetujui mau untuk dilamar adalah dengan tersenyum ketika ditanya, karena tidak setiap perempuan menerima lamaran, dan tidak setiap senyuman berati setuju, butuh ketegasan berupa perkataan yang menandakan dia betul betul menerima lelaki yang melamarnya, bagi saya dulu senyuman ketika di lamar bukan sebuah tanda tapi sebuah penghormatan pada lelaki yang melamar.
Tetapi sekarang baru saya rasakan arti senyuman simpul itu. Bahwa ternyata memang tak ada kata yang setara dengan perasaan ketika dilamar, dan baru saya menyadari ternyata senyum simpul itu adalah kesimpulan bahwa bukan hanya sekedar penerimaan tapi juga penegasan rasa bahagia ketika lelaki itu meminta kita untuk lebih diseriusi.
Tak terpikir oleh saya mengenai jodoh sebelumnya, saya hanya menjalani melalui setiap hari nya ditemani seorang lelaki yang setiap hari mengirim saya sms, whatsapp, line dan bbm, dan setiap minggunya menelpon saya, yang setiap ada waktu luangnya dia mengajak saya main untuk sekedar nonton teater, nonton film di bioskop, nongkrong di cafe, makan di kaki lima ataupun restauran kesukaan kita, ataupun jalan - jalan ke tempat baru yang seru. Saya cukup menikmati perjalanan ini hingga sekarang.
Tak disangka pertemuan tak sengaja kita disebuah sekre Hima dikampus dengan perbincangan pembuka mengenai buku Soe Hok Gie yang saya baca beruntun berimpak bergulir menjadi sampai sekarang, tapi perbincangan sebentar yang sambung menyambung menjadi diskusi, menjadi larik-larik perasaan untuk terus meneguhkan hati saya bahwa saya tak sengaja menemukan orang cocok. Seperti sistem acak sederhana, tidak disangka dan spontan menemukan yang cocok dari sekian banyak.
Sebelum dia pulang sehabis acara dia memberikan saya sketsa foto kita berdua dengan buku berjudul Jodoh dan Hujan Bulan Juni, saya tanya ke dia kenapa dia ngasih buku Hujan Bulan Juni, dia jawab "untuk mewujudkan mimpi kamu yang ingin dilamar dengan sajak-sajak Sapardi". Saya yang punya keinginan itu sudah lupa karena sudah lama saya tidak pernah menulis sajak lagi, dan dia masih ingat. Saya buka-buka terus buku Hujan Bulan Juni itu, dan saya tersadar memang sepertinya saya pernah punya keinginan itu, yang membuat saya tersadar lebih dalam, bahwa tenyata dia memang ditakdirkan untuk menjadi orang yang saya sebut-sebut dari semenjak dulu yang saya impikan untuk mengerti apa yang saya inginkan.
Begitu sederhana, semuanya berjalan begitu saja, saya pernah berandai andai mengenai orang yang akan mencintai saya, menjadi pacar pertama dan terakhir, yang satu selera dalam sastra, membaca dan jalan-jalan. Ternyata dia orangnya yang saya ajak bicara di depan Sekre Hima yang menanyakan buku kesukaan saya. Saya belum berani berbicara apakah dia memang jodoh saya atau bukan, tapi semoga kecocokan jiwa itu terus mengiringi. Seperti serpihan yang terbelah ketika menemukan serpihan untuhnya dengan cocok meskipun berbeda bentuk akan tetap serpihan itu pasangannya, tidak bisa tergantikan karena detail bentuknya yang berperan dalam penyatuan bentuk keseluruhannya.
Baru saya sadar, ternyata proses ini tidak hanya terjadi soal menyoal cinta, ternyata jodoh juga merupakan usaha penemuan kita terhadap pekerjaan, sama hal nya dengan hati dan jiwa yang butuh pasangan, gerak dan kinerja otak kita pun butuh serpihan kegiatan yang cocok, tidak boleh sembarangan memaksakan, tapi dari sistem acak tersebut saya yakin saya akan bertemu dengan jodoh pekerjaan saya. Saya pun baru tahu ternyata ketidaksengajaan kita bertemu dengan individu lainnya di belahan dunia ini hal tersebut adalah jodoh, kita dipertemukan dengan orang yang punya kecocokan untuk menerima dan memberi pelajaran untuk kita, punya kesamaan dan pelajaran yang pas serta cocok untuk jiwa dan otak kita.
Sebelum dia pulang sehabis acara dia memberikan saya sketsa foto kita berdua dengan buku berjudul Jodoh dan Hujan Bulan Juni, saya tanya ke dia kenapa dia ngasih buku Hujan Bulan Juni, dia jawab "untuk mewujudkan mimpi kamu yang ingin dilamar dengan sajak-sajak Sapardi". Saya yang punya keinginan itu sudah lupa karena sudah lama saya tidak pernah menulis sajak lagi, dan dia masih ingat. Saya buka-buka terus buku Hujan Bulan Juni itu, dan saya tersadar memang sepertinya saya pernah punya keinginan itu, yang membuat saya tersadar lebih dalam, bahwa tenyata dia memang ditakdirkan untuk menjadi orang yang saya sebut-sebut dari semenjak dulu yang saya impikan untuk mengerti apa yang saya inginkan.
Begitu sederhana, semuanya berjalan begitu saja, saya pernah berandai andai mengenai orang yang akan mencintai saya, menjadi pacar pertama dan terakhir, yang satu selera dalam sastra, membaca dan jalan-jalan. Ternyata dia orangnya yang saya ajak bicara di depan Sekre Hima yang menanyakan buku kesukaan saya. Saya belum berani berbicara apakah dia memang jodoh saya atau bukan, tapi semoga kecocokan jiwa itu terus mengiringi. Seperti serpihan yang terbelah ketika menemukan serpihan untuhnya dengan cocok meskipun berbeda bentuk akan tetap serpihan itu pasangannya, tidak bisa tergantikan karena detail bentuknya yang berperan dalam penyatuan bentuk keseluruhannya.
Baru saya sadar, ternyata proses ini tidak hanya terjadi soal menyoal cinta, ternyata jodoh juga merupakan usaha penemuan kita terhadap pekerjaan, sama hal nya dengan hati dan jiwa yang butuh pasangan, gerak dan kinerja otak kita pun butuh serpihan kegiatan yang cocok, tidak boleh sembarangan memaksakan, tapi dari sistem acak tersebut saya yakin saya akan bertemu dengan jodoh pekerjaan saya. Saya pun baru tahu ternyata ketidaksengajaan kita bertemu dengan individu lainnya di belahan dunia ini hal tersebut adalah jodoh, kita dipertemukan dengan orang yang punya kecocokan untuk menerima dan memberi pelajaran untuk kita, punya kesamaan dan pelajaran yang pas serta cocok untuk jiwa dan otak kita.
Komentar